Akhirnya Terungkap! Red Notice Djoko Tjandra Masih Aktif hingga 2015

MABES POLRI291 Dilihat

Investigasi Bhayangkara.com – Gonjang-ganjing keberadaan  Red Notice akhirnya Djoko Tjandra akhirnya terungkap, pasalnya tidak pernah ada penghapusan Red Notice pada tahun 2014 silam

Mantan Sekretaris NCB Interpol Indonesia periode 2013-2015, Irjen (Purn) Setyo Wasisto ketika dihubungi Sabtu (1/8)2020 mengatakan
tak pernah ada penghapusan red notice Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra pada tahun 2014 silam. “Red notice untuk Djoko Tjandra yang sempat buron selama 11 tahun itu masih aktif hingga tahun 2015,”ujarnya.

Selanjutnya,  Setyo menegaskan dan mengakui, masih aktif berkomunikasi dengan Interpol pusat soal red notice pada Agustus 2015. “Seingat saya, berdasarkan file-file yang masih ada di saya dan anggota saya ya, tidak pernah ada pengajuan penghapusan red notice Joko Tjandra dari Indonesia. “Artinya, saat 2015 status red notice itu masih aktif,” tegasnya.

Data yang dihimpun, informasi yang disampaikan Setyo tersebut berbeda dari keterangan Polri, baru-baru ini.

Kepala Divisi Humas Polri Irjen (Pol) Argo Yuwono  di Bareskrim ,Jumat (17/7/2020) lalu.mengatakan red notice bagi Djoko Tjandra terhapus otomatis dari basis data Interpol pada tahun 2014 merujuk pada aturan Interpol. “Dari 2009 sampai 2014 itu sudah lima tahun, itu adalah delete by system sesuai article nomor 51 di Interpol’s Rules on The Processing of Data,”ujarnya.

Sementara itu. Setyo mengakui dan merinci  ada protokol itu. Namun dalam praktik selama ini, red notice tidak akan dicabut apabila buronan itu belum tertangkap.

Lebih lanjut, Setyo Wasisto menandaskan  pada tahun 2013, pihak Djoko Tjandra memprotes terus menerus perihal status red notice kepada Interpol yang berpusat di Lyon, Prancis.Bagi Polri, upaya itu sah-sah saja dilakukan. “Setelah serangkaian protes, Interpol pusat mengirimkan pertanyaan resmi ke Polri soal apakah kasus yang menjerat Djoko Tjandra masuk ke dalam perkara korupsi atau penggelapan,” tandasnya.

Seiring dengan itu, Setyo mengungkapkan pasalnya, kasus penggelapan akan dikategorikan sebagai ranah perdata dalam hukum internasional sehingga mereka yang terjerat tidak dapat dikenakan red notice. Kejaksaan Agung kemudian menggelar rapat internal untuk menjawab hal itu. Akhirnya, Kejaksaan Agung menyatakan bahwa perkara yang melibatkan Djoko Tjandra, yakni kasus pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali, masuk ke dalam kategori tindak pidana korupsi.  “Akhirnya dari Kejaksaan menyampaikan bahwa ini hanya dikenakan korupsi. Kan itu ada istilahnya addendum, yaitu ditambahkan bahwa red notice ini hanya karena kejahatan dia hanya korupsi. Itu pada Agustus 2015,” ungkapnya.

Semenara itu,  Setyo pun membeberkan dan mempertanyakan pemberitaan di media perihal terhapusnya red notice untuk Joko Tjandra sejak tahun 2014. “Logikanya begini, kalau tahun 2014 sudah terhapus, kenapa pada 2020 istri Djoko Tjandra minta penghapusan red notice? Nah itu logikanya,” tutur dia.

Polemik red notice Polemik red notice terkait Djoko Tjandra berawal dari surat yang dikirimkan Sekretaris NCB Interpol Brigjen (Pol) Nugroho Slamet Wibowo kepada Dirjen Imigrasi Kemenkumham di tahun 2020. Surat dengan surat nomor B/186/V/2020/NCB.Div.HI tanggal 5 Mei 2020 tersebut ditandatangani Nugroho atas nama Kepala Divisi Hubungan International Polri. (Vecky Ngelo)

Komentar