Blora, 15 Januari 2025 – Konflik antara organisasi masyarakat (Ormas) Pemuda Pancasila (PP) dan GRIB Jaya di Blora semakin memanas, setelah aksi penolakan yang dilakukan oleh sekitar 70 anggota PP terhadap kehadiran GRIB Jaya di wilayah Kecamatan Ngawen. Ketua PP Blora, Munaji, menjadi sorotan setelah diduga memprovokasi konflik melalui pernyataan-pernyataan bernada kebencian.
Pihak GRIB Jaya, melalui Kabid Hukum DPD Jateng, Subandi, S.H., M.H., telah resmi melaporkan Munaji ke Polres Blora dengan nomor laporan: STTLP/17/1/2025/Jateng/Res Blora. Laporan tersebut mengacu pada dugaan pelanggaran Pasal 28 ayat (2) UU ITE, yang menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA dapat dikenakan hukuman pidana.
Pasal ini memberikan ancaman pidana penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda hingga Rp 1 miliar. Selain itu, jika terbukti bahwa Munaji menggerakkan anggota PP untuk menyerbu markas GRIB Jaya, ia juga dapat dijerat dengan Pasal 160 KUHP tentang penghasutan untuk melakukan tindak pidana, dengan ancaman pidana penjara hingga 6 tahun.
Peran Aparat dalam Meredam Konflik Bentrok antar-ormas ini menunjukkan adanya eskalasi ketegangan yang membutuhkan respons tegas dari pihak berwenang. Polres Blora diharapkan tidak hanya menangani laporan yang diajukan oleh GRIB Jaya, tetapi juga mengusut lebih jauh adanya potensi provokasi dan tindakan anarkis oleh kedua pihak.
“Kami meminta aparat hukum untuk bertindak adil dan tegas dalam menangani kasus ini. Jangan sampai konflik ini berkembang menjadi bentrokan fisik yang lebih luas,” ujar Subandi dalam keterangannya, selasa(14/1/25).
Ujaran Kebencian di Media Sosial Ujaran kebencian yang disampaikan melalui media sosial menjadi salah satu pemicu konflik yang sulit dikendalikan. Dalam laporan yang diajukan, Munaji diduga menyebarkan konten provokatif yang menargetkan keberadaan GRIB Jaya di Blora, sehingga memicu aksi konfrontasi di lapangan.
Langkah Hukum perlu segera dilakukan untuk mencegah terjadinya konflik yang lebih besar. Pihak kepolisian juga diharapkan dapat mengidentifikasi pihak-pihak lain yang turut memprovokasi atau menyebarkan informasi yang memperkeruh situasi.
Kasus ini menjadi peringatan penting akan bahaya ujaran kebencian, terutama di era digital. Aparat penegak hukum harus bersikap tegas agar konflik serupa tidak kembali terulang, dan menjaga stabilitas keamanan di Blora dan sekitarnya tetap terjaga.