Kejagung Ungkap Sumber Dana Suap Tiga Hakim PN Jakpus dalam Kasus Putusan Ontslag Korupsi Minyak Goreng

DKI Jakarta296 Dilihat

Jakarta — Kejaksaan Agung mengungkapkan sumber dana suap yang diduga diterima oleh tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat terkait perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO). Ketiga hakim tersebut, yakni Djuyamto (DJU), Agam Syarif Baharudin (ASB), dan Ali Muhtarom (AM), telah ditetapkan sebagai tersangka.

Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, menjelaskan dalam konferensi pers, Senin (14/4) dini hari, bahwa dana suap tersebut disiapkan agar perkara korupsi korporasi minyak goreng diputus lepas (ontslag). Nilai uang yang disiapkan mencapai Rp20 miliar.

“Untuk mengurus perkara korupsi korporasi minyak goreng dengan permintaan agar diputus ontslag, disiapkan uang sebesar Rp20 miliar,” ujar Qohar.

Berdasarkan pemeriksaan terhadap tujuh saksi, diketahui ada kesepakatan antara advokat Ariyanto (AR), yang mewakili tersangka korporasi, dengan Wahyu Gunawan (WG), panitera muda perdata PN Jakarta Utara. WG kemudian menyampaikan permintaan tersebut kepada Muhammad Arif Nuryanta (MAN), yang saat itu menjabat Wakil Ketua PN Jakarta Pusat.

MAN, menurut Kejagung, menyetujui permintaan tersebut, namun meminta agar jumlah dana dinaikkan menjadi tiga kali lipat, yakni Rp60 miliar. Dana tersebut, dalam bentuk mata uang dolar AS, kemudian diserahkan oleh AR melalui WG, sebelum diteruskan kepada MAN.

Sebagai imbalan, WG disebut menerima bagian senilai 50.000 dolar AS dari MAN.

Setelah uang diterima, MAN kemudian menunjuk majelis hakim yang terdiri dari Djuyamto sebagai ketua, Ali Muhtarom sebagai hakim ad hoc, dan Agam Syarif Baharudin sebagai anggota majelis.

“Setelah surat penetapan sidang terbit, MAN memanggil Djuyamto dan Agam Syarif Baharudin, lalu memberikan uang dalam bentuk dolar AS yang jika dirupiahkan setara Rp4,5 miliar,” jelas Qohar.

Uang tersebut diberikan untuk memproses perkara dan agar majelis hakim memberikan perhatian khusus terhadapnya. DJU selaku ketua majelis kemudian membagi uang tersebut kepada ASB dan AM.

Beberapa waktu kemudian, MAN kembali menyerahkan uang senilai Rp18 miliar dalam bentuk dolar AS kepada Djuyamto, yang kemudian dibagi ke dalam tiga bagian. ASB menerima Rp4,5 miliar, Djuyamto Rp6 miliar, dan AM Rp5 miliar.

Perkara tersebut akhirnya diputus lepas (ontslag) oleh majelis hakim pada 19 Maret 2025.

Atas dugaan tindak pidana korupsi ini, ketiga hakim dikenakan Pasal 12 huruf c jo. Pasal 12 huruf b jo. Pasal 6 ayat (2) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dengan penetapan ketiga hakim sebagai tersangka, jumlah total tersangka dalam perkara ini menjadi tujuh orang. Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan empat tersangka, yakni WG (panitera muda PN Jakut), MS (advokat), AR (advokat), dan MAN, yang kini menjabat Ketua PN Jakarta Selatan, namun diduga terlibat saat masih menjabat Wakil Ketua PN Jakarta Pusat.

(red)